Mendengar istilah “Pecinta Alam”, asosiasi kita adalah para pendaki gunung, pemanjat tebing, pengarungan sugai deras dan pe’hiking’, sedangkan mereka yang mencintai lingkungan yang serasi, bung-bunga, pohon-pohon dan flora dan fauna lainnya, bukan pecinta alam?. Beberapa kelompok memang lebih jelas, mereka menamakan kelompok pendaki gunung, pemanjat tebing, penjelajah rimba dan penelusuran gua. Sementara beberapa tetap bertahan dengan istilah pecinta alam karena didorong rasa cinta terhadap alam. Sehingga seorang ‘pecinta alam’ adalah individu yang diyakini tanggap terhadap masalah alam dan lingkungannya.
Secara kelembagaan, kelompok pecinta alam di Indonesia muncul sekitar tahun 1950-an ketika sekelompok pemuda di Yogyakarta yang memang mengamati tumbuhan dan hewan melakuakan perjalanan menembus gunung dan rimba. Lalu di tahun 1960-an muncul kelomp[ok WANADRI di abndung, MERMOUNC di Yogayakarta, MAPALA UI di Jakarta. Kelompok Wanadri lebih suka menyebut dirinya pendaki gunung penempuh rimba. Mermounc adalah kependekan dari Merbabu Mounteneer Club (kelompok pendaki gunung Merbabu). Sedang Mapala UI menyebut dirinya sebagai Pecinta Alam dengan menerapkan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Kegiatan yang bersifat Avonturir mendominasi pada masa awal kegiatan pecinta alam.
Pada tahun 1970-an lahir kelompok-kelompok pecinta alam dikalangan mahasiswa, pelajar, dan pemuda di daerah-daerah. Kegiatan mereka paling menonjol adalah hiking dan mendaki gunung. Pada dekade 1980-an muncul kelompok-kelompok spesialis-spesialis seperti HIKESPI untuk para speleolog/caver/penelusur gua, dan SKYGERS untuk pemanjat tebing.
Organisasi pecinta alam kemudian mengembangkan kualitas dan variasi kegiatannya antara lain Rock Climbing, Caving, Arung Jeram, dan kegiatan petualangan lainnya. Disatu sisi merak juga melakukan kegiatan ekspedisi, penelitian, ceramah dan diskusi untuk menanggapi permasalahan-permasalahan lingkungan.
Kelompok pecinta alam adalah independent, tidak dibawah instansi maupun departemen. Organsasi pecinta alam yang tumbuh dilingkungan masyarakat (umum) ataupun yang dibawah lingkungan perguruan tinggi mempunyai misi tentang pelestarian alam. Forum tertinggi dalam pecinta alam adalah Gladian Nasional Pecinta Alam se-Indonesia yang diselenggarakan setiap 2 tahun sekali (yang ke 12 diselenggarakan di Yogyakarta, agustus 1996), dimana dalam forum gladian ini telah dihasilkan “kode etik pecinta alam Indonesia”.
Di Yogayakarta terbentuk Sekertariat Bersama Perhimpunan Pecinta Alam Yogyakarta (SEKBER PPA-DIY berdiri pada tahun 1979), sebagai ajang komunikasi, koordinasi dan informasi.
Pecinta Alam Dan Lingkungan
“Pecinta Alam”, sebenarnya adalah orang yang paling diyakini mempunyai kesadaran akan lingkungan. Sebagai kelompok yang menggunakan media alam bebas dalam bekegiatan, pecinta alam dituntut untuk mempunyai kesadaran yang tinggi dan didukung dengan tindakan terhadap pelstarian alam. Organisasi pecinta alam dalam berbagai bentuk dan visinya adalah orang-orang yang paling dekat dengan alam. Banyak hal bisa diperbuat dalam setiap kegiatannya dalam rangka pelestarian alam. Bentuk ‘Aid’ adlah yang paling sering dilakukan organisasi pecinta alam, karena mudah dan tidak beresiko karena sifatnya sementara, tetapi hal ini sering tidak tepat untuk sebuah kegiatan yang berlingkungan (contoh; penghijauan disebuah lokasi, kemudian ditinggalkan).
“Development”, sebuah kegiatan jangka panjang, memerlukan biaya yang besar, beresiko tinggi, adalah hal yang sukar dilakukan. Masalahnya adalah sejauh mana kita bisa memotifasi untuk mewujudakan kegiatan tersebut. Sebuah desa binaan, sangat gersang, mengalami erosi secara besar-besaran, kita kunjungi secara tetap, memecahkan masalah bersama, menerapkan ilmu secara tepat dan kita merasa “at home” disana, adalah ilustrasi yang jelas tentang “development” (kegiatan perkampungan bakti Alam Yogyakarta)
Pecinta alam adalah sebuah pusat informasi yang tidak kelihatan, tidak memanfaatkannya adalah kesalahan besar, terutama bagi mereka sendiri. Permasalahannya adalah ketidak konsistennya antara perilaku dan sikap pecinta alam sendiri. Sikap yang positif terhadap lingkungan hidup tidak berarti perilaku yang positif pula.
Lalu apa yang dapat kita lakukan? Tidak ada !.........Selama kita belum membuat ‘Gentlement agreement’ diantara kita. Bahwa kita menyadari adanya permasalahan lingkungan yang timbul, kita dapat menanganinya secara terbuka, gamblangdan terurai sampai pada hal yang terperinci sekalipun. Tidak hanya menangani pada hal-hal yang berada pada permukaan saja, dan menutupi permsalahan kecil supaya menjadi besar.
Dalam kehidupan pecinta alam antara sikap dan perilaku haruslah selaras, untuk menghindari semboyang Green Peace menjadi kenyataan.
“jika pohon terakhir telah ditebang, sungai terakhir telah tercemar, ikan terakhir telah ditangkap, Anda akan sadar manusia tidak dapat makan uang”
Sumber: Materi dasar-dasar pecinta alam MADAWIRNA UNY
test
BalasHapus